Rabu, 20 Januari 2010

msi

Pendahuluan


  1. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat jibril dalam bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam berpikir dan beramal. Namun Allah swt tidak menjamin perincian-perincian dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal al-Qur’an yang membutuhkan tafsir, apalagi sering digunakan kalimat yang singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafadz yang sedikit saja, dapat terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang berupa tafsir al-Qur’an.


  1. Pokok Bahasan

        1. Pengertian Tafsir

        2. Perbedaan Tafsir dan Ta’wil

        3. Sejarah Tafsir al-Qur’an

        4. Corak Penafsiran al-Qur’an

        5. Kodifikasi Tafsir

        6. Bentuk Tafsir al-Qur’an

        7. Metode Penafsiran al-Qur’an
















Pembahasan


  1. Pengertian Tafsir

Tafsir menurut bahasa: Al Idhah (menjelaskan), At Tibyan (menerangkan), Al Idzhar (menampakkan), At Tafshil (merinci). Tafsir berasal dari kata Al Fusru yang mempunyai arti Al Ibanah wa Al Kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu).

Tafsir menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Az Zarkasyi yakni memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.1


  1. Perbedaan Tafsir dan Ta’wil

Menurut bahasa, ta’wil berasal dari al awal artinya kembali/kembali ke asal (al rujuu’), al Ma-al (tempat kembali), atau diartikan al iyaalah yang berarti mengatur.

Menurut ulama salaf, ta’wil adalah:

  1. Menafsirkan suatu pembicaraan (teks) dan menerangkan maknanya tanpa mempersoalkan apakah penafsiran dan keterangan itu sesuai dengan apa yang tersurat atau tidak.

  2. Substansi yang dimaksud dari sebuah pembicaraan itu sendiri


Sedangkan menurut ulama kontemporer (khalaf) yakni: mengalihkan lafal dari pengertiannya yang kuat (rajah) kepada makna lain yang dikuatkan/dianggap kuat (marjuh) karena ada dalil lain yang mendukung.

Perbedaan tafsir dan ta’wil diantaranya:2

  1. Tafsir lebih umum dan ta’wil lebih khusus

  2. Tafsir lebih berorientasi pada riwayat dan makna lahir ayat, sedangkan ta’wil lebih berorientasi pada makna tersirat (isyarat) dan pemahaman ayat.

  3. Tafsir menjelaskan apa yang sudah jelas dalam al-Qur’an dan hadits, ta’wil menjelaskan makna yang tersembunyi

  4. Tafsir lebih bersifat riwayat, dan ta’wil lebih bersifat dirayah


  1. Sejarah Tafsir Al Qur’an

Sejarah ini diawali pada masa Rasulullah saw masih hidup seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu para sahabat dapat langsung menanyakan kepada Rasulullah saw. Secara garis besar ada 3 sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an.3

Al-Qur’an itu sendiri, karena terkadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.

Rasulullah saw semasa masih hidup, para sahabat dapat bertanya langsung pada Beliau saw tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.

Ijtihad dan pemahaman mereka sendiri, karena meerka adalah orang-orang arab asli yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat ini, dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena disandarkan pada Rasulullah saw terutama pada masalah asbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki ra’yi, maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah saw.

Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan al-Qur’an antara lain Khulafaurrasyidin, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al Asy’ari, Abdullah bin Zubair.

Pada masa ini belum terdapat satupun pembukuan tafsir dan masih bercampur dengan hadits. Sesudah generasi sahabat, datanglah generasi tabi’in yang belajar islam melalui para sahabat di wilayah masing-masing. Ada 3 kota utama dalam pengajaran al-Qur’an yang masing-masing melahirkan madrasah atau madzhab tersendiri yaitu Mekkah dengan madrasah Ibn Abbas dengan murid-murid Al Mujahid Ibn Jabir, Atha’ bin Abi Ribah, Ikrimah Maula Ibn Abbas, Thaus Ibn Kisan Al Yamani dan Said ibn Jabir. Madinah dengan madrasah Ubay bin Ka’ab dengan murid-murid Muhammad ibn Ka’ab al Qurazhi, Abu Al Aliyah Al Riyahi, dan Zaid Ibn Aslam dan Irak dengan madrasah Ibnu Mas’ud dengan murid-murid Al Hasan Al Bashri, Masruq Ibn Al Ajda, Qatadah Ibn Di’amah, Atah Bin Abi Muslim Al Khurasani dan Marah Al Hamdani.

Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari hadits namun masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-sendiri. Ketika datang masa kodifikasi hadits, riwayat yang berisi tafsir sudah menjadi bab tersendiri namun belum sistematis sampai masa sesudahnya ketika pertama kali dipisahkan antara kandungan hadits dan tafsir sehingga menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan oleh ulama sesudahnya seperti Ibn Majjah, Ibn Jarir Ath Thabari, Abu Bakar Ibn Al Munzir An Naisaburi dan lainnya. Metode pengumpulan inilha yang disebut Tafsir Bil Ma’tsur. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah menurut pengembangan mereka tetap berpegangan pada tafsir bi al ma’tsur dan metode lama dengan pengembangan ijtihad berdsasarkan perkembangan masa tersebut. Hal ini melahirkan apa yang disebut sebagai Tafsir Bi Ar Ra’yi yang memperluas ijtihad dibandingkan masa sebelumnya. Lebih lanjut perkembangan ajaran tasawwuf melahirkan pula sebuah tafsir yang biasa disebut sebagai Tafsir Isyarah.


  1. Corak Penafsiran Al Qur’an

Diantara berbagai corak penafsiran antara lain :4

  1. Corak sastra bahasa, timbul akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan al-Qur’an di bidang ini.

  2. Corak filsafat dan teologi, berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal dan radikal. Corak ini muncul akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang dengan sadar atau tidak masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka. Kesemuanya menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tercermin dalam penafsiran mereka.

  3. Corak penafsiran ilmiah, timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu.

  4. Corak fiqih atau hukum, lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an. Timbul akibat berkembangnya ilmu dan madzhab-madzhab fiqih, yang menyebabkan perbedaan pendapat dalam penafsiran ayat-ayat hukum.

  5. Corak tasawwuf, akibat timbulnya gerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.

  6. Corak sastra budaya kemasyarakatan, menjelaskan petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha untuk menanggulangi masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.


  1. Kodifikasi Tafsir

Kodifikasi tafsir dapat dilihat dalam tiga periode,5 yakni :

  1. Periode I, yaitu masa Rasul saw, sahabat, dan permulaan masa tabi’in, di mana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar secara lisan.

  2. Periode II, bermula dengan kodifikasi hadits secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-101 H). tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits-hadits, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadits walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah tafsir bi al ma’tsur.

  3. Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, yang oleh sementara ahli diduga dimulai oleh Al Farra (w. 207 H) dengan kitabnya Ma’ani Al Qur’an.


  1. Bentuk Tafsir Al Qur’an

Dilihat dari sumber pengambilan atau orientasi penafsirannya, tafsir dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yakni :

  1. Tafsir bi Al Ma’tsur (Tafsir bi Ar Riwayah/Tafsir bi Al Manqul)

    • Pengertian

Kata al Ma’tsur secara bahasa berarti menyebutkan atau mengutip dan memuliakan atau menghormati. Al Ma’tsur pada hakekatnya mengacu pada makna yang sama yaitu mengikuti atau mengalihkan sesuatu yang ada dari orang lain atau masa lalu.

Secara istilah, Muhammad Ali Ash Shabuni merumuskan sebagai berikut, tafsir yang terdapat dalam al-Qur’an atau Sunnah atau pendapat sahabat dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah swt.6 Dengan demikian tafsir bi al Ma’tsur adakalanya ialah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, menafsirkan al-Qur’an dengan sunnah, dan menafsirkan al-Qur’an dengan apa yang dikutip dari pendapat sahabat.

    • Kelebihan dan Kelemahan

Kelebihan tafsir bi al Ma’tsur diantaranya, merupakan tafsir yang paling berkualitas. Karena jika pada sebagian ayat al-Qur’an ada yang mujmal (global), maka pada bagian lain seringkali dijumpai ayat yang uraiannya relatif rinci. Namun apabila tidak dijumpai keterangan tentang ayat tersebut dalm al-Qur’an maka berpegang pasa sunnah. Dan apabila dalam keduanya (al-Qur’an dan sunnah) tak dijumpai, maka berpegang pada pendapat para sahabat.

Kelemahan tafsir bi al Ma’tsur diantaranya :7

      1. Mencampur adukkan antara riwayat yang shahih dan tidak shahih (dalam hal kualitas sanad ataupun matannya sebagaimana dalam ilmu hadits)

      2. Sering dijumpai kisah-kisah Israiliyyat yang berbau khurafat, tahayyul dan bid’ah.

      3. Sebagai pengikut madzhab tertentu sering mencatat nama-nama mufassir terkemuka tanpa adanya bukti yang benar.

      4. Orang kafir zindiq yang memusuhi Islam seringkali menyisipkan kepercayaannya melalui sahabat dan tabi’in.

    • Contoh Kitab dan pengarangnya

      1. Jami’ul Bayan Fi Tafsir al-Qur’an (Tafsir Ath Thabari) karangan Muhammad bin Jarir Ath Thabari (w.310 H)

      2. Bahrul ‘Ulum (Tafsir As Samarqandi) karangan Nashar bn Muhammad As Samarqandi (w.373 H)

      3. Al Kasyf wal Bayan (Tafsir Ats Tsa’labi) karangan Ahmad bin Ibrahim An Naisaburi (w.427 H)

      4. Ma’alimut Tanzil (Tafsir Al Baghawi) karangan Al Husain bin Mas’ud Al Baghawi (w.510 H)

      5. Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim (Tafsir Ibnu Katsir) karangan Ismail bin Umar Ad Dimisyqi (w.774 H)


  1. Tafsir bi Ar Ra’yi (Tafsir bi Ad Dirayah/Tafsir bi Al Ma’qul/Tafsir bi Al Ijtihad)

  • Pengertian

Kata ar ra’yu dapat diartikan al i’tiqad, al ijtihad atau al qiyas (masing-masing bermakna keyakinan atau kesungguhan upaya penalaran atau analogi).8

Adapun yang dimaksud dengan tafsir bi ar ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an yang dilakukan berdasarkan ijtihad mufassir yang lebih berorientasi pada penalaran yang bersifat aqly (rasional) dengan pendekatan kebahasaan yang menjadi dasar penjelasannya, setelah terlebih dahulu mengenali lafal-lafal bahasa Arab dan mempertimbangkan asbabun nuzul, nasikh mansukh, serta alat bantu lain yang menjadi syarat kelengkapan dalam penafsiran.

  • Macam Tafsir bi ar Ra’yi

Para ahli tafsir membagi tafsir bi ar ra’yi menjadi dua, yakni:

  1. Tafsir Mahmud (tafsir yang terpuji) yang juga sering disebut Tafsir Masyru’ yaitu tafsir yang memiliki ciri-ciri berikut:9

    • Sesuai dengan tujuan syari’ (Allah)

    • Jauh atau terhindar dari kebodohan dan kesesatan

    • Dibangun atas dasar kaidah-kaidah kebahasaan (bahasa arab) yang tepat dengan mempraktekkan gaya bahasa (uslub)nya dalam memahami nash al-Qur’an

    • Tidak mengabaikan kaidah-kaidah

  2. Tafsir Madzmum (tafsir yang tercela) yang juga sering disebut Tafsir Bathil yaitu tafsir yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    • Mufassirnya tidak mempunyai keilmuan yang memadai

    • Tidak didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan

    • Menafsirkan al-Qur’an dengan semata-mata mengandalkan kecenderungan hawa nafsu

    • Mengabaikan aturan-aturan bahas Arab dan aturan syari’ah yang menyebabkan penafsirannya rusak

  • Kelebihan dan Kelemahan

Kelebihan Tafsir bi ar Ra’yi, terletak pada kemungkinan mufassir dapat menafsirkan seluruh komponen ayat al-Qur’an secara dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kelemahan tafsir bi ar Ra’yi, terdapat kemungkinan penafsiran yang dipaksakan, subyektif dan pada hal-hal tertentu mungkin sulit dibedakan antara pendekatan ilmiah yang sesungguhnya dengan kecenderungan subyektifitas mufassirnya.

  • Contoh Kitab dan Pengarangnya

    1. Mafatihul Ghaib (Tafsir Ar Razi) karangan Muhammad bin Umar Al Husain Ar Razi (w.606 H)

    2. Tafsir Jalalain karangan Jalaluddin Al Mahali dan Jalaluddin As Suyuthi (w. 864 & 911 H)

    3. As Sirajul Munir (Tafsir Al Khatib) karangan Muhammad Asy Syarbini Al Khatib (w.977 H)


  1. Tafsir bi Al Isyarah

  • Pengertian

Kata al isyarah merupakan sinonim ad dalil yang berarti tanda, petunjuk, indikasi, isyarat, perintah, signal, panggilan, nasehat, dan saran. Sedangkan secara istilah yakni menakwilkan al-Qur’an dengan mengesampingkan makna lahiriyah karena ada isyarat tersembunyi yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang memiliki ilmu tasawwuf, tetapi besar kemungkinan pula memadukan antara makna isyarat yang bersifat rahasia dengan makna lahir sekaligus.10



  • Macam-Macam

Tafsir bi al-isyarah dibagi menjadi dua, yaitu tafsir bi al isyarah yang maqbul/masyru’ dan tafsir bi al isyarah yang mardud.

Tafsir bi al isyarah yang maqbul/masyru’ adalah yang memenuhi 5 syarat diantaranya:11

    1. Tidak meniadakan makna lahirnya ayat Al Karimah

    2. Tidak menyatakan bahwa makna isyarah itu merupakan murad satu-satunya, tanpa ada makna lahir.

    3. Hendaknya suatu ta’wil tidak terlalu jauh sehingga tidak sesuai dengan lafal

    4. Tidak bertentangan dengan syara’ maupun akal

    5. Tidak menimbulkan keraguan pemahaman manusia, dengan menyertakan dalil syar’i untuk memperkuat penafsirannya

Tafsir bi al isyarah yang mardud adalah tafsir yang menyalahi salah satu dari syarat-syarat penerimaan tafsir al isyari diatas.

  • Kelebihan dan Kelemahan

Kelebihan, menunjukkan mufassirnya tergolong ke dalam kelompok orang-orang yang sempurna imannya dan bersih pengetahuannya.

Kelemahannya, lebih mengutamakan intuisi (firasat) sehingga mengakibatkan ada kesulitan untuk membedakan mana yang benar-benar ilham dari Allah dan mana yang merupakan kecenderungan hawa nafsu.

  • Contoh Kitab dan Pengarangnya

    1. Gharib Al-Qur’an wa Raghaib Al Furqan karangan An Naisaburi (w.728 H)

    2. Tafsir wa Isyarat Al-Qur’an (Tafsir Ibn ‘Arabi) karangan Muhyiddin Ibn ‘Arabi (w.638 H)

    3. Haqaiqut Tafsir (Tafsir As Silmi) karangan Abu Abdur Rahman As Silmi.


  1. Metode Penafsiran Al Qur’an

Al Farmawi membagi metode penafsiran al-Qur’an menjadi empat macam metode, yaitu: tahliliy, ijmaliy, muqarran, dan mawdhu’iy.12

  1. Metode Tahliliy (Deskriptif/Analisis)

Metode tahlili disebut juga dengan metode tajzi’iy, merupakan salah satu metode tafsir yang menjelaskan dn menguraikan kandungan-kandungan (penafsiran) terhadap ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam mushaf.13 Secara umum metode ini dimulai dengan mengungkapkan arti kosa kata, kemudian diikuti dengan penjelasan arti secara global ayat-ayat tersebut, setelah itu diungkapkan dan diuraikan secara rinci, kesesuaian ayat-ayatnya, menjelaskan hubungan maksud ayat tersebut satu sama lain, dibahas pula asbabun nuzul, serta juga dikemukakan dalil, baik dari hadits Rasulullah saw, maupun pendapat para sahabat dan tabi’in.14

Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan al-Qur’an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemu’jizatan al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-terpisah.

  1. Metode Ijmaliy (Global)

Secara bahasa al ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global. Sedangkan secara istilah yakni penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan al-Qur’an melalui pembahasan yang bersifat umum, tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas juga tidak dilakukan rinci.

Metode ini menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsirannya sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.

Keistimewaan tafsir ini praktis, sederhana, mudah dipahami, bebas dari penafsiran israiliyyat, akrab dengan bahasa al-Qur’an, serta pesan dalam al-Qur’an mudah ditangkap. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas hingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Selain itu tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.

Beberapa contoh kitab tafsir yang menggunakan metode ijmaly diantaranya :

    1. Al Tafsir Al Farid lil Qur’an Al Majid oleh Dr. Muhammad ‘Abdul Mu’in.

    2. Kitab Al Tashil li ‘Ulumi Al Tanzil oleh Muhammad bin Ahmad bin Juzzay Al Kalbi Al Gharnathi Al Andalusi.

    3. Al Tafsir Al Wadhih oleh Dr. Muhammad Mahmud Hijazi.

    4. Fathul Bayan Fi Muqasid Al Qur’an oleh Imam Mujtahid Shiddiq Hasan Khan.

  1. Metode Muqarran (Komparasi/Perbandingan)

Yang dimaksud dengan metode komparasi (muqarran) adalah:15

  1. Membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus.

  2. Membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat bertentangan.

  3. Membandingkan pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an.

Kelebihan metode muqarran diantaranya:

  1. Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas

  2. Menumbuhkan sikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda bahkan bertentangan

  3. Mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat

  4. Mufasir didorong untuk mengaji beberapa ayat dan hadits serta pendapat mufasir lain

Kelemahan metode ini antara lain:

  1. Tidak dapat diberikan kepada penafsir pemula

  2. Kurang dapat dijadikan jaminan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat

  3. Lebih banyak menelusuri penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran baru

  1. Metode Mawdhu’iy (Tematik/Topikal)

Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul.16

Cara penafsiran dengan metode mawdhu’iy antara lain:17

  1. Menentukan topik

  2. Menghimpun ayat

  3. Menafsirkan ayat (asbabun nuzul, mengkaji ayat sampai tuntas)

  4. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut

  5. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran atau pendapat mufasir

Kelebihan metode ini diantaranya dapat menjawab tantangan zaman, praktis dan sistematis, dinamis, serta membuat pemahaman menjadi utuh. Sedangkan kekurangannya antara lain memenggal ayat al-Qur’an dan membatasi pemahaman ayat.


Penutup

Kesimpulan


Tafsir menurut Imam Az Zarkasyi yakni memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya. Tafsir merupakan sarana untuk lebih memahami kandungan ayat al-Qur’an secara mendalam dan detail.

Menurut sejarah, tafsir sudah ada sejak zaman Nabi, dan terus berkembang dari masa sahabat hingga saat ini sampai kepada kita. Dengan berbagai corak penafsiran, aliran-aliran tafsir, hingga metodologi penafsirannya yang cukup kompleks, sesuai dengan kenyamanan dan pemahaman masing-masing mufassir. Dan dari berbagai corak, aliran, serta metodologi tafsir tersebut mampu melahirkan banyak mufassir dengan berbagai karyanya yang masing-masing berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an sehingga memberikan kemudahan bagi manusia saat ini.




Daftar Pustaka


Ash Shabuni, Muhammad Ali. tanpa tahun. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Terjemahan oleh Muhammad Qodirun Nur. Jakarta: Pustaka Amani, 1988.


Fauziyah, Lilis. Rangkuman Ilmu Tafsir Program Keagamaan. Malang: MAN 3 Malang, 2008.


Kusmana dan Syamsuri. Pengantar Kajian Al-Qur’an. Jakarta: PT. Pusaka Al Husna Baru, 2004.


Shihab, M. Quraish. “MembumikanAl Qur’an. Bandung: Mizan, 2001.


Tafsir Al-Qur’an”, Wikipedia (on line), (http:// id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Al-Qur’an/, diakses 15 Desember 2009).






TAFSIR AL QUR’AN


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas

matakuliah MSI



Dosen Pengampu : Tasmin, S.Ag.












Disusun oleh :


M. Mirwan Ali Zafi 933300509

Roisul Fathawiyana 933301009

Ahmad Qorib Yunus 903300209

Khoirul Anwar 903301309

M. Khoirul Anwar 903301209






Prodi Tafsir Hadits - Jurusan Ushuluddin

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri

2009

1 Muhammad Ali Ash Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, terj. Muhammad Qodirun Nur (Jakarta: Pustaka Amani, 1988), 89.

2 Lilis Fauziyah, Rangkuman Ilmu Tafsir Madrasah Aliyah Program Keagamaan (Malang: t.p., 2008), 4.

3 “Tafsir Al-Qur’an”, Wikipedia (on line), http:// id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Al-Qur’an/, diakses tanggal 15 Desember 2009.

4 M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2001), 72.

5 Shihab, Membumikan al-Qur’an, 73.

6 Qodirun Nur, Ikhtisar, 91.

7 Fauziyah, Rangkuman, 36.

8 Kusmana dan Syamsuri, Pengantar Kajian Al Qur’an (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2004), 185.

9 Qodirun Nur, Ikhtisar, 214.

10 Fauziyah, Rangkuman, 40.

11 Muhammad Ali Ash Shabuni, 245.

12 Shihab, Membumikan Al-Qur’an, 85.

13 Shihab, Membumikan Al-Qur’an, 149

14 Kusmana, Pengantar, 149.

15 Shihab, Membumikan Al-Qur’an, 118.

16 “Tafsir Al-Qur’an”, Wikipedia (on line), http:// id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Al-Qur’an/, diakses tanggal 15 Desember 2009.

17 Fauziyah, Rangkuman, 45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar